Masihkan dunia menjadi orientasi hidupmu???

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan, orang-orang yang saya kenal, telah lebih dahulu meninggalkan dunia yang fana ini. Mungkin bukan suatu yang diherankan lagi, karena memang setiap jiwa yang hidup pasti akan merasakan kematian. Namun, setelah saya renungi lebih jauh, terdapat hal yang semakin menggugah hati saya. Usia mereka berbeda, dan saya pikir memiliki jarak usia yang cukup jauh. Bisa disebut juga mereka hidup di generasi yang berbeda. Tetapi ternyata usia mereka tidak mencerminkan siapa yang lebih dulu dipanggil oleh Allah Ta'ala. Dan usia mereka bukan sebuah patokan kapan Allah Ta'ala menyuruh malaikat maut untuk mencabut nyawa mereka.

Diantara ketiga orang tersebut, yang paling pertama dipanggil oleh-Nya yaitu sepupu saya. Usianya mungkin belum genap 30 tahun. Namun Allah telah memanggilnya dengan meninggalkan seorang suami dan 2 anaknya yang masih kecil. Setelah itu, belum lama, seseorang yang bisa dibilang sebagai orang tua kami (mahasiswa) ketika di kampus/asrama, juga dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tentunya beliau lebih tua dari sepupu saya, namun lagi, usia bukanlah reprentasi siapa yang lebih dulu dipanggil oleh-Nya. Selanjutnya, pagi tadi, saya dapat info adik dari teman saya juga harus dipanggil lebih dulu oleh Allah azza wa jalla. Beliau masih sangat kecil, masih balita. Tetapi lagi, tidak harus menunggu sampai usia seperti sepupu saya atau orang tua kami (mahasiswa), untuk Allah Ta'ala memanggilnya.

Fakta yang saya ketahui, mereka sempat di rawat di rumah sakit sebelum malaikat maut mencabut nyawa mereka. Tapi apakah kematian harus selalu diawali dengan dirawat di rumah sakit? Banyak cerita kecelakaan, bus misalnya, padahal penumpangnya sehat semua, setelah kecelakaan seketika semua mati di tempat. Atau kebakaran rumah, yang penghuninya sehat namun mungkin sedang tidur, setelah api padam ternyata mereka mati habis terbakar, atau kekurangan udara. Harus kah selalu masuk rumah sakit dahulu??

Wahai sahabat, inti dari semua itu, kita tidak tau kapan kita mati. Layaknya menghadapi kuis dadakan di kampus, dan terdapat dosen yang memang terkenal memberikan kuis dadakan. Tentu ketika kita tahu esok hari adalah jadwal beliau mengajar, sudah seharusnya kita mempersiapkan kuis yang mungkin saja mendadak dilaksanakan oleh beliau. Itu hanya perkara dunia, untuk perkara akhirat sudah kah kita mempersiapkannya? Padahal kita sendiri tidak tahu kapan kita mati.

Kematian itu sendiri bukan untuk ditakuti, yang harusnya lebih dikhawatirkan adalah kesiapan kita menghadapi kematian tersebut. Sudah cukupkah bekal kita? Bekal? Iya bekal... kita hidup di dunia untuk diuji dan mencari bekal untuk kehidupan yang lebih kekal nanti, di akhirat. Lantas masihkah kehidupan kita saat ini berorientasi pada dunia? Hanya memikirkan perut? Syahwat? Harta? Tahta? Kita diciptakan bukan untuk itu. Allah Ta'ala menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Lalu, sudahkan akhirat menjadi orientasi hidup kita? Memang bukan berarti kita melupakan dunia. Kemudian hanya berpangku tangan tanpa usaha. Tetapi kita harus pastikan, segala apa yang kita lakukan di dunia, semua semata-mata untuk mengharap ridho Allah azza wa jalla. Bagaimana caranya? Letakkan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di kelopak matamu.