BSSN Resmi, Momentum Mata Pelajaran TIK untuk Kembali???

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

Beberapa waktu lalu, Presiden RI, Bapak Joko Widodo melantik Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).  Pelantikan tersebut merupakan tindak lanjut dari Perpres No.53 Tahun 2017, yang kemudian dilakukan perubahan pada pertengahan Desember dengan Perpres No.133 Tahun 2017. BSSN merupakan sebuah lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BSSN yang merupakan hasil revitalisasi Lembaga Sandi Negara, memiliki tugas melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber.

Melihat kondisi keamanan siber di Indonesia, berdasarkan laporan The Global Cybersecurity Index 2017 yang dirilis oleh The UN International Telecommunication Union (ITU), Indonesia termasuk dalam negara dengan keamanan siber yang lemah. Dari 195 negara, Indonesia menempati posisi 70 dengan skor 0,424. Bahkan Indonesia berada di bawah Malaysia dan Singapura, yang berturut-turut menempati posisi ketiga dan pertama. Selain itu, menurut catatan Indonesia Security Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), sejak Januari hingga Juli 2017 terdapat 177,3 juta serangan siber yang masuk ke Indonesia. Dengan kata lain, terdapat serangan siber sebanyak 836.200 setiap harinya. Tentu hal tersebut menjadi perhatian penting oleh BSSN.

Serangan-serangan siber pada tahun 2017 dan ancaman siber yang mungkin akan dihadapi menjadi latar belakang munculnya BSSN. Dengan resminya BSSN, diharapkan menjadi lembaga yang dapat menjamin keamanan siber di tanah air. Sektor yang diamankan tidak hanya pada instansi pemerintah, namun juga pada sektor infrastruktur kritis dan layanan keamanan siber pada masyarakat. Selain itu, BSSN juga diposisikan sebagai lembaga koordinasi dalam hal keamanan siber, seperti TNI, Polri, BIN, atau Kominfo. Dengan demikian, BSSN diharapkan dapat membangun ekosistem keamanan dunia siber yang baik di tanah air, baik dari infrastruktur, sumber daya manusia, maupun koordinasi organisasi.

Bruce Schneier menyatakan kekuatan sebuah keamanan terletak pada titik terlemahnya. Menurutnya juga, manusia sering direpresentasikan sebagai titik lemah tersebut. Berkaitan dengan keamanan siber, tentu pemahaman dan kesadaran masyarakat tanah air tentang keamanan siber menjadi salah satu faktor kekuatan keamanan siber Indonesia. Tentu perlu strategi khusus untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tanah air tentang pentingnya keamanan siber. Hal tersebut dikarenakan BSSN tidak dapat berkerja sendiri dalam menjamin keamanan siber tanah air, salah satunya diperlukan kesadaran keamanan siber yang harus dimiliki oleh masyarakat.

Berbicara soal strategi, banyak strategi yang dapat dilakukan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan, yaitu melalui edukasi kesadaran keamanan siber pada pendidikan formal. Hal tersebut berbanding lurus dengan penggunaan internet di Indonesia. Menurut hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama dengan Lembaga Polling Indonesia (LPI) tentang jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2016, pertumbuhan pengguna internet di Indonesia melonjak 14,4%, yang sebelumnya 88,1 juta pengguna menjadi 132,7 juta pengguna. Hal yang paling mengejutkan, rentang usia 10-24 tahun memiliki presentase terbesar kedua, sebesar 75,5%, hanya beda 0,3% dari pengguna internet terbesar pertama pada rentang usia 25-34 tahun. Berkaitan dengan itu, usia pelajar SMP dan SMA masuk ke dalam rentang usia 10-24 tahun tersebut. Dengan demikian dirasa perlu adanya edukasi kesadaran keamanan siber pada pendidikan formal sebagai penyeimbang besarnya penggunaan internet oleh para pelajar. Namun, melihat banyaknya mata pelajaran yang harus diemban oleh para pelajar. Alternatif yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan memasukkannya ke dalam kurikulum mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Namun, pada kenyataannya mata pelajaran TIK tidak termasuk ke dalam Kurikulum 2013. Baik pada mata pelajaran wajib atau pilihan, tidak terdapat mata pelajaran TIK didalamnya. Sementara itu, pada kurikulum 2013 Guru TIK berperan sebagai guru BK atau berbeda dengan prodi asalnya. Berdasarkan Permendikbud No.45 Tahun 2015, dijelaskan bahwa Guru TIK memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan bimbingan dan layanan/fasilitasi TIK terhadap peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan. Pada pasal 7 terdapat rincian kegiatan Guru TIK dalam melaksanakan tugasnya.

Melihat respon pemerintah dalam menangani persoalan keamanan siber, dengan merevitalisasi Lembaga Sandi Negara menjadi BSSN, mungkin hal tersebut dapat juga diikuti oleh Kemendikbud dalam rangka mencetak sumber daya manusia dengan memiliki kesadaran keamanan siber yang baik. Dikembalikannya mata pelajaran TIK bisa menjadi salah satu alternatif, dengan menambahkan kurikulum tentang kesadaran keamanan siber didalamnya. Atau mungkin bisa juga tetap bertahan pada kondisi dan aturan saat ini dengan tetap memperhatikan pemahaman dan kesadaran keamanan siber bagi para pelajar, pada kegiatan ekstrakurikuler misalnya.

Tentunya masih banyak cara lain dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesadaran keamanan siber di masyarakat. Apapun kondisinya nanti, kita semua berharap Indonesia dapat memperbaiki keamanan siber nasional dan siap untuk menghadapi tren dunia siber di masa mendatang.